Jalan-jalan ke Taman Nasional Baluran Situbondo. Begitu turun setelah menikmati perjalanan selama 13 jam yang memuaskan bersama bus 27 Trans, aku segera bergegas menuju ke Stasiun Waru. Aku turun tepat di area pintu keluar Terminal Purabaya, Bungurasih. Dari sini, aku tinggal menyeberang menggunakan jembatan penyeberangan dan jalan kaki tidak jauh untuk menuju ke Stasiun Waru. Selanjutnya aku akan naik kereta api Probowangi menuju ke tujuan utamaku, Banyuwangi.
Setelah tiba di Stasiun Banyuwangi Kota tepat tengah hari yang panas. Aku langsung menuju ke hotel tempat menginap menggunakan motor yang kusewa dari tempat penyewaan motor yang berada di depan stasiun. Setelah check in, mandi, dan solat, aku mengendarai motor menuju ke Taman Nasional Baluran.
Lama tidak mengendarai motor sejak sepeda motor dikirim ke Yogyakarta untuk adik, aku sedikit merasa grogi ketika kembali mengendarai motor. Apalagi sekarang aku harus melewati jalur utama di Jawa Timur yang tentu saja akan bertemu dengan bus dan truk-truk besar. Ditambah lagi, aku agak mengantuk karena lelah setelah melakukan perjalanan jauh dari Bandung kemarin.
Selama berkendara, aku hanya mengandalkan Google Maps, meskipun kalau melihat peta, cukup gampang karena tinggal mengikuti jalan saja. Aku sempat berhenti sejenak di Indomaret daerah Bajulmati, tidak jauh dari pintu gerbang taman nasional. Rasa kantuk cukup tak tertahankan selama berkendara. Lelah dan angin yang sepoi-sepoi selama perjalanan membuat mataku semakin berat. Aku beristirahat sejenak sambil membeli beberapa cemilan.
Total waktu tempuh yang dibutuhkan dari Banyuwangi ke pintu gerbang Taman Nasional Baluran kurang lebih 90 menit.
Tiba di loket, aku langsung membayar tiket masuk dan tiket parkir. Di loket aku juga diberikan petunjuk menuju Savana Bekol dan Pantai Bama. Tidak lupa, petugas juga mengingatkan untuk menjaga barang bawaan terutama makanan dari monyet-monyet liar. Aku membayar sebesar Rp21.000,- sudah termasuk tiket masuk. Parkir di Savana Bekol gratis, tapi di Pantai Bama masih bayar lagi Rp2.000,-.
“Nanti lurus saja, ikuti jalan saja karena ini cuma satu-satunya jalan. Bekol kurang lebih berjarak 6 kilometer dari sini. Kalau Bama tambah 3 kilometer lagi. Hati-hati sama monyet ya, Mas. Nggak usah ngebut dan dijaga barang bawaannya terutama kalau ada makanan.” Ujar salah satu petugas.
Perjalanan menuju Savana Bekol atau Pantai Bama, kita akan menembus hutan pohon Jati yang cukup rindang. Selama perjalanan menuju Bekol nyaris aku berkendara sendirian. Aku hanya bertemu dengan satu dua kendaraan saja, baik itu yang baru masuk maupun yang akan meninggalkan taman nasional. Ya rasanya agak serem-serem gimana, gitu. Takut tiba-tiba ada ular king kobra atau muncul harimau dari balik semak belukar kan nggak lucu, ya. Tapi ada perasaan berdebar, gembira karena akan melihat langsung Savana Bekol, yang dikenal dengan julukan Africa van Java.
Keluar dari semak belukar dan hutan jati, aku langsung disambut dengan hamparan luas padang sabana. Kondisinya juga mulai kering. Sebagian besar dedaunan sudah mulai menguning. Meski belum semuanya, tapi suasana gersang dan kering sudah terasa. Inilah padang Savana Bekol dengan beberapa spot fotonya yang unik.
Ada banyak spesies hewan yang menghuni di Baluran. Di antaranya: rusa, kerbau, banteng, ajak (sejenis anjing), harimau, merak, monyet-monyet, dan tentu hewan-hewan kecil lainnya. Ajak dan harimau akan sulit ditemui karena umumnya baru akan keluar pada malam hari. Sementara kerbau, banteng, dan rusa Baluran akan lebih mudah dijumpai pada siang hari. Salah satu waktu yang tepat untuk melihat hewan-hewan ini adalah saat sore hari ketika kawanan kerbau, banteng, atau rusa berkumpul dan meminum air di sekitar Savana Bekol.
Di Savana Bekol juga terdapat semacam menara pandang yang cukup tinggi. Dari menara pandang ini aku bisa melihat hampir keseluruhan dari Savana Bekol yang sangat luas. Tak disangka, tidak jauh dari menara pandang, aku melihat seekor merak yang sedang berjalan di antara semak.
“Burung Merak sudah mulai keluar, Mas. Tapi puncaknya nanti pas musim kawin. Sekitar bulan Agustus ke September biasanya.” Ujar salah satu petugas yang saat itu juga sedang berada di menara pandang.
Sesaat kemudian bapak tersebut menengok ke arah timur laut. Terlihat dari kejauhan kepulan asap yang mulai meninggi. “Wah, kebakaran nih.” Ujar bapak petugas tersebut sambil menghubungi dan memberi tahu rekannya melalui handy talkie.
“Sudah biasa, Mas, kalau musim kemarau seperti sekarang pasti ada kebakaran. Dari gesekan ranting yang kering saja bisa jadi pemicu. Paling nanti kita pantau dan usahakan untuk nggak semakin meluas.” Kata bapaknya dengan santai. Syukurlah.
Aku turun dari menara pandang dan menaiki motor dan menyadari botol minum di dashboard motor hilang. Sepertinya sudah diambil oleh kawanan monyet itu. Inilah akibatnya kalau tidak awas dan hati-hati. Kali ini aku masuk semakin dalam ke arah Pantai Bama. Semakin ke dalam, sinyal telepon semakin menghilang. Apalagi di Pantai Bama benar-benar tidak ada sinyal sama sekali.
Pantai Bama ternyata lebih ramai daripada Savana Bekol. Banyak wisatawan yang duduk-duduk menikmati sore, berjalan-jalan di tepi pantai yang sedang surut, menikmati es kelapa muda yang diminum langsung dari sekadar berfoto. Aku tidak lama di sini karena menurutku Pantai Bama sore itu kurang menarik. Daya tarik Pantai Bama memang pada saat pagi hari karena bisa melihat sunrise. Di Pantai Bama juga terdapat cottage yang dulu bisa diinapi oleh pengunjung. Namun sejak pandemi, cottage menjadi tidak terawat dan terbengkalai, sehingga saat ini sudah tidak ada lagi penginapan di dalam kawasan Taman Nasional Baluran.
Pukul 16.30 aku kembali dari Pantai Bama. Kata mas-mas tukang parkir, kalau pulang dari Bama jam segini nanti pas di Bekol akan dapat sunset yang cantik. Aku langsung bergegas menuju ke Savana Bekol kembali. Matahari masih agak tinggi membuat hasil foto menjadi over exposure. Aku menunggu beberapa saat hingga matahari sedikit turun ketika cahayanya tidak terlalu terang.
Pukul 17.15 aku dan beberapa pengunjung lain mulai beranjak pergi, keluar dari Savana Bekol. Sesuai aturan, pengunjung hanya diperkenankan hingga pukul 17.30 karena di dalam taman nasional benar-benar gelap tanpa penerangan. Selain itu, malam hari adalah waktu keluarnya ajak dan harimau yang berbahaya bagi pengunjung. Aku keluar dengan hati-hati agar tidak menabrak monyet-monyet liar yang suka berada di jalan.
Informasi tambahan, seperti taman nasional pada umumnya, Baluran juga memiliki zona inti dan zona pemanfaatan. Savana Bekol dan Pantai Bama adalah zona inti dari Taman Nasional Baluran. Sementara Gunung Baluran yang menjadi latar belakang foto di Savana Bekol adalah zona inti. Pengunjung hanya diperbolehkan untuk mengunjungi zona pemanfaatan saja. Zona inti hanya diperuntukkan bagi pengawas dan pengunjung khusus untuk penelitian.
Taman Nasional Baluran juga sering dipahami masuk di Kabupaten Banyuwangi. Padahal, secara administratif, Baluran sudah masuk ke Kabupaten Situbondo. Namun, bagi pengunjung memang lebih mudah menjangkau Baluran dari Banyuwangi, terlebih bagi yang menggunakan transportasi umum. Alasannya, Banyuwangi sudah terhubung dengan kereta dan ada bandara juga. Akses dan fasilitas penunjang seperti persewaan kendaraan atau hotel sudah tersedia dengan cukup banyak di Banyuwangi. Bahkan, ada fasilitas shuttle dari Damri yang akan mengantarkan pengunjung dari Banyuwangi ke Baluran.
[…] Baca juga cerita sebelumnya: Jalan-Jalan ke Taman Nasional Baluran Situbondo […]