Jumat 21 Februari 2025. Sekitar pukul 19.20 WIB aku sudah tiba di Stasiun Kiaracondong, Bandung. Aku sukses menerobos hujan dengan naik taksi online dari kosan, melewatkan tiket kereta lokal yang sudah kubeli. Tujuan pergi kali ini adalah memburu durian Candimulyo, Magelang bersama teman-teman blogger Jogja. Agenda kali ini sudah direncanakan dua bulan sebelumnya, tapi baru terealisasi saat ini.
Tips Murah Pergi ke Jogja dari Bandung
Pukul 20.50 WIB kereta Kutojaya Selatan diberangkatkan dari Stasiun Kiaracondong, Bandung. Kereta kelas ekonomi dengan 106 tempat duduk tegak 90 derajat ini akan mengantarkanku menuju Stasiun Kutoarjo. Sebetulnya ada kereta Kahuripan yang diberangkatkan pukul 23.00 dan bisa langsung turun di Stasiun Lempuyangan, tapi aku lebih memilih untuk naik kereta Kutojaya Selatan karena ini adalah cara termurah untuk menuju ke Jogja dari Bandung.

Ini juga menjadi sebuah tips buat teman-teman yang ingin ke Jogja dengan lebih murah. Caranya adalah dengan naik kereta Kutojaya Selatan dengan keberangkatan pukul 20.50 WIB dari Stasiun Kiaracondong, Bandung menuju ke Stasiun Kutoarjo. Dari Stasiun Kutoarjo bisa lanjut naik kereta Prambanan Ekspres (Prameks) dengan keberangkatan pukul 05.10 WIB. Teman-teman akan bisa tiba di Stasiun Yogyakarta Tugu pada pukul 06.10 WIB.
Tiket Kereta Kutojaya Selatan bisa dibeli dengan harga Rp62.000,00 melalui aplikasi KAI sementara tiket Prambanan Ekspres (Prameks) seharga Rp8.000,00 bisa dibeli dengan beberapa cara seperti menggunakan kartu e-tol, kartu multitrip KRL, atau melalui aplikasi KAI atau menggunakan aplikasi Gojek.
Dengan cara ini teman-teman cukup menghabiskan dana Rp70.000,00 saja atau hemat Rp10.000 dibanding dengan naik Kahuripan yang langsung ke Jogja. Selain itu, teman-teman masih akan sempat untuk menunaikan salat subuh dengan nyaman di musala stasiun Kutoarjo. Tiket kereta Kutojaya Selatan juga tidak “segaib” tiket kereta Kahuripan yang harus dibeli satu bulan sebelumnya atau kehabisan.
Sarapan Kupat Tahu Dompleng
Setelah dijemput Mas Ardian dan menuju ke titik kumpul di rumah Mbak Aqied, kami akhirnya mulai berangkat menuju Magelang sekitar pukul 10.30 menggunakan mobil Jazz milik Mas Ardian. Dalam mobil Jazz kecil itu diisi enam orang dengan formasi Mas Ardian di depan sebagai pengemudi, Mas Aji di kursi depan. Sementara aku, Mas Yugo, Mbak Ika, dan Mbak Aqied duduk di kursi belakang. Minus Mas Iqbal yang mendadak harus mendapatka tugas dinas ke Jambi. Sempit tapi dibikin tetap bisa masuk semua.


Sesuai kesepakatan, tujuan pertama sebelum mencari durian Candimulyo adalah Kupat Tahu Dompleng. Sarapan bagi aku, Mas Aji, dan Mbak Aqied, brunch bagi Mbak Ika, Mas Yugo, dan Mas Ardian. Lokasinya di sisi barat jalan, tidak jauh dari jalan menuju ke Ketep Pass. Kami langsung memesan lima porsi Kupat Tahu pedas sedang dan satu porsi dengan sangat pedas. Tentu saja dengan minum.
Kupat Tahu Dompleng ini termasuk legend. Bangunannya sangat kecil mungkin hanya cukup untuk kurang dari sepuluh orang saja. Meski begitu, soal rasa tidak perlu diragukan. Sang legenda, Pak Bondan Winarno, juga pernah makan di Kupat Tahu Dompleng ini.


Sajian dalam satu piring kupat tahu terdiri dari ketupat dan tahu yang berukuran besar, dijamin kenyang setelah makan di sini. Lalu dengan topping kubis yang sempat dicelupkan sebentar saja ke minyak panas dan kecambah. Kuah kupat tahunya encer dengan bahan utama kacang yang rasanya manis, sepertinya ditambah dengan gula merah. Sebagai pelengkap, ada bawang goreng, irisan daun seledri, remahan kacang, dan tentu saja cabai (yang sudah diuleg di atas piring) yang menghasilkan rasa pedas untuk menambah kenikmatan. Seporsi kupat tahu dihargai dengan Rp16.000,00.
Waktunya Durian Candimulyo
Perut setengah kenyang. Kami berangkat menuju ke desa Candimulyo setelah terlebih dahulu menjemput Rifqy dan Mbak Emma di rumahnya. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit. Jalan raya menuju Candimulyo relatif lebih kecil yang cukup untuk dua mobil bersimpangan. Jalannya pun naik turun. Hujan mengguyur sepanjang jalan sampai kami tiba di rumah Pak Mahmudi.

Desa Candimulyo memang dikenal sebagai salah satu desa penghasil durian lokal di Magelang. Beberapa tempat lain yang juga menjadi penghasil durian di antaranya Kaligesing di Purworejo, Manisrenggo di Klaten, Salaman di perbatasan Jawa Tengah-DIY, atau di Boyolali. Tidak heran begitu memasuki Desa Candimulyo kami disambut dengan gapura bermotif buah durian.
Beberapa tahun sebelumnya, aku, Mas Ardian, dan Mas Iqbal pernah ke Candimulyo juga untuk memburu durian Candimulyo ini. Saat itu kami berhenti di sebuah lapak yang random (menurutku) dan menikmati durian di tempat. Namun kali ini berbeda karena kami langsung menuju ke rumah salah satu pemilik kebun durian, Pak Mahmudi.


Mobil diparkir di dekat sebuah masjid. Kami melanjutkan dengan sedikit berjalan kaki di tanah yang becek selepas hujan. Hujanpun masih rintik-rintik membuat kami harus menggunakan payung. Di depan rumah Pak Mahmudi, tumpukan durian langsung menyambut. Aku sedikit melongok ke dalam rumah melalui jendela yang terbuka. Tumpukan durian juga sampai ke dalam rumah. Gokil!
Langsung dua buah durian dibelah oleh sang ibu. Yang satu berwarna kuning pucat, sementara satu lagi berwarna lebih terang. Tidak perlu lama kami langsung menyantapnya. Aku lebih suka yang berwarna kuning pucat karena lebih manis. Sementara yang lebih terang sedikit plain. Mas Yugo mengajak untuk membuka satu buah lagi. Aku sih langsung gas. Total ada lima buah durian yang kami buka saat itu. Harganya kurang lebih Rp240.000,00.
Baca cerita menikmati Durian Candimulyo dari Mas Sitam di sini
Menyantap Mangut Beong Sehati
Puas menikmati durian Candimulyo. Kami bergerak menuju tempat terakhir yaitu Mangut Beong Sehati. Lokasinya ada di sekitar Borobudur. Kamu mulai menuju ke sana setelah menunaikan salat duhur yang aku jama sekalian dengan asar. Dari sisi sebelah timur, kami menuju ke sisi sebelah barat. Agak cukup jauh. Tapi demi seporsi Mangut Beong, kami berani tempuh.
Tiba di Mangut Beong Sehati kami langsung disambut dengan hujan yang sangat deras.

Kami duduk di sebuah bangku dan meja panjang. Memesan Mangut Beong, nasi, dan beberapa tambahan lain seperti petai. Tidak lupa kami memesan minum. Ini adalah kali pertama aku ke sini dan memesan Mangut Beong. Aku disarankan untuk membeli yang satu bagian untuk dimakan berdua karena porsinya besar. Akhirnya aku joinan dengan mas Ardian memesan bagian kepala Beong.
Sebelumnya, aku mengira Beong adalah sejenis angsa. Tapi setelah aku googling, Beong adalah sejenis ikan air tawar yang hidup di Sungai Progo. Menjadi salah satu ikan yang banyak dijumpai di kawasan Borobudur. Bentuknya mirip dengan ikan lele.



Setelah datang, aku cukup takjub karena bagian kepalanya saja berukuran sangat besar. Saat aku mencoba mencicipi, rasa ikannya memang agak tawar seperti ikan lele. Tapi karena dijadikan mangut, rasanya jadi sedap sekali. Rasa pedas dari bumbu-bumbu mangut bisa terserap dan berpadu dengan sempurna bersama daging ikan beong. Momen paling tepat makan Mangut Beong adalah saat bersama nasi hangat dan tentu saja kerupuk.
Perjalanan hari itu berakhir. Hasrat menikmati durian saat musimnya sudah terpenuhi dengan datang dan menikmati durian Candimulyo. Aku langsung kembali ke Bandung tanpa menginap. Kira-kira tahun depan cari durian ke mana lagi ya?