Kereta Papandayan Panoramic

Setelah menyelesaikan sarapan, aku dan Riyani segera kembali ke stasiun Garut. Stasiun Garut menjadi sangat ramai karena bertepatan dengan kedatangan kereta api Papandayan Panoramic dari Jakarta Gambir. Begitu tiba di stasiun Garut, petugas dari KAI segera membersihkan dan mengatur ulang posisi tempat duduk. Selain itu, ada juga yang bertugas untuk memindahkan posisi lokomotif.

Selayang Pandang Kereta Papandayan

Kereta Api Papandayan merupakan kereta baru yang dijalankan oleh PT Kereta Api Indonesia di jalur Garut-Jakarta. Sebelumnya, sudah ada kereta Cikuray yang beroperasi untuk mengisi jalur Garut-Jakarta. Kereta Cikuray menggunakan rangkaian kereta kelas ekonomi dengan konfigurasi kursi 2-3. Dengan harga yang sangat murah kereta Cikuray menjadi andalan bagi warga Garut yang kerja di Bandung atau Jakarta. Tak perlu kaget jika melihat tiket kereta Cikuray habis saat weekend mengingat animo masyarakat yang sangat tinggi.

Tampilan Luar Kereta Papandayan Panoramic
Tampilan Luar Kereta Papandayan Panoramic

Melihat itu, KAI menyambut peluang tersebut dan menghadirkan kereta api Papandayan yang melayani rute dari Stasiun Garut ke Stasiun Jakarta Gambir. Berbeda dengan kereta Cikuray yang murah, harga tiket kereta Papandayan ini lebih tinggi. Namun, hal ini selaras dengan kelas kereta Papandayan yang menggunakan rangkaian kereta ekonomi premium berkonfigurasi tempat duduk 2-2 dan kelas eksekutif. Bahkan, KAI juga menempelkan kelas yang lebih tinggi lagi di kereta api Papandayan yaitu kelas Panoramic.

Berbeda dengan kelas kereta reguler seperti Ekonomi, Bisnis, Ekonomi Premium, dan Eksekutif, KAI juga meluncurkan beberapa kelas kereta yang tergolong khusus. Beberapa di antaranya adalah Panoramic, Luxury, dan Compartment Suite. Kereta kelas khusus ini biasanya hanya terdiri dari satu kereta yang dirangkaikan bersama kelas kereta lain seperti kelas Compartment Suite yang dirangkaikan bersama kereta eksekutif Bima dan Argo Semeru. Jumlah kereta kelas khusus ini juga terbatas.

Stasiun Garut Sabtu Siang

Menurut kamus dari PT KAI, kereta adalah sarana kereta api untuk angkutan manusia, sementara gerbong adalah sarana kereta api untuk angkutan barang.

Kereta kelas Panoramic berisikan total 38 kursi dengan konfigurasi 2-2. Hal yang spesial dari kereta kelas panoramic ini adalah jendela di sisi kanan dan kirinya yang lebih lebar dari kereta kelas lain. Kaca yang lebar ini membuat penumpang kelas Panoramic dapat melihat keindahan pemandangan selama perjalanan dengan lebih leluasa. Selain itu, pada bagian atap juga terdapat kaca yang bisa dibuka dan tutup menggunakan tombol yang terdapat di dekat jendela.

Kaca yang digunakan pada kelas Panoramic ini menggunakan kaca berjenis khusus yang dapat menahan panas sinar matahari saat siang hari. Dengan kualitas tersebut, bagian dalam kabin kereta akan tetap terjaga suhunya. Selama perjalanan kemarin, suhu dalam kabin diatur antara 21 hingga 26 derajat celsius. Rentang suhu ini sudah cukup membuat Riyani beberapa kali harus ke toilet untuk pipis.

Toilet Kereta Papandayan Panoramic
Toilet di Kereta Panoramic
Footrest dan Colokan di Bawah Kursi

Kursi yang ada di kelas Panoramic juga cukup besar, empuk, dan tentu saja sudah menggunakan fitur recleaning atau bisa disandarkan. Di kursinya juga ada meja lipat buat yang ingin makan, buka laptop, atau membaca. Saat malam, juga terdapat lampu baca pada bagian atas. Seperti kelas lainnya, terdapat foot rest pada bagian depan kursi.

Yang paling membedakan antara kelas Panoramic dengan kelas lainnya adalah colokan listriknya berada di bawah kursi, bukan di samping. Adanya jendela pada bagian atas kereta, membuat KAI harus menghilangkan bagasi atas. Sebagai solusinya, terdapat ruangan bagasi di dekat pintu yang cukup besar. Toilet di kelas Panoramic cukup luas dan mewah. Sayangnya saat aku naik kereta api Papandayan Panoramic kemarin pintu toiletnya cukup seret.

Kereta api Papandayan diambil dari nama gunung terkenal di kabupaten Garut: Gunung Papandayan. Gunung dengan ketinggian 2.665 meter yang pernah meletus pada tahun 2002 ini memang cukup identik dengan Garut. Oleh karena itu, KAI menjadikan nama Papandayan sebagai salah satu nama keretanya.

Sebetulnya kalau melihat dari rutenya, Papandayan ini bisa dianggap sebagai kereta api Argo Parahyangan yang diperpanjang rutenya sampai ke Garut. Kereta api Papandayan ini memiliki kembaran tapi rute yang berbeda yaitu kereta Pangandaran. Kereta Pangandaran dan Papandayan memiliki dan menggunakan rangkaian yang sama persis. Namun, kereta Pangandaran dijalankan di rute Jakarta Gambir dengan tujuan stasiun Banjar.

Papandayan memiliki jadwal keberangkatan dari Jakarta Gambir pada pukul 06.30 dan dijadwalkan tiba di Bandung pukul 09.15 dan berakhir di stasiun Garut pada pukul 11.30 WIB. Untuk rute sebaliknya, Papandayan akan diberangkatkan dari stasiun Garut pada pukul 12.30, sekaligus menjadi kereta terakhir yang berangkat dari stasiun Garut. Papandayan akan tiba di Bandung pukul 14.48 dan tiba di Jakarta Gambir pukul 17.30 WIB.

Kereta Empuk Berwarna Merah Bata di Kereta Api Papandayan Panoramic

Rangkaian kereta api Papandayan kemudian akan dijalankan kembali ke Bandung dengan menggunakan nama Argo Parahyangan dengan jadwal keberangkatan pukul 18.30 WIB. Setelah bermalam di Stasiun Bandung, kereta Argo Parahyangan, yang menggunakan rangkaian kereta Papandayan, diberangkatkan ke Jakarta pada pukul 06.00 WIB dan tiba di Jakarta pukul 08.45. Selanjutnya rangkaian kereta ini akan berubah nama menjadi kereta Pangandaran yang berangkat dari Jakarta Gambir pukul 09.30 dengan tujuan akhir stasiun Banjar.

Jadi, rangkaian kereta Papandayan, Pangandaran, dan Argo Parahyangan ini adalah satu rangkaian. Melihat animo masyarakat yang sangat tinggi khususnya di jalur Bandung-Jakarta, tentu KAI tetap tidak menyia-nyiakan peluang ini. Rotasi rangkaian kereta kemudian menjadi pilihan terbaik. Sudah menjadi hal yang lumrah saat ini satu rangkaian bisa digunakan untuk beberapa kereta.

Bekas Loket di Stasiun Garut Bangunan Lama

Perjalanan dengan Kereta Papandayan Panoramic

Setelah menyelesaikan sarapan, aku dan Riyani segera kembali ke stasiun Garut. Stasiun Garut menjadi sangat ramai karena bertepatan dengan kedatangan kereta api Papandayan dari Jakarta Gambir. Begitu tiba di stasiun Garut, petugas dari KAI segera membersihkan dan mengatur ulang posisi tempat duduk. Selain itu, ada juga yang bertugas untuk memindahkan posisi lokomotif.

Azan zuhur berkumandang tepat pukul 11.50. Aku yang sedang berfoto di depan bangunan lama stasiun Garut kemudian berjalan menuju ke masjid untuk menunaikan salat duhur dan asar sekaligus.

Pramugari dalam Kereta Api Papandayan Panoramic
Pramugari dalam Kereta Papandayan Panoramic

Tak membutuhkan waktu lama, aku dan Riyani segera melakukan proses boarding dan menuju ke rangkaian kereta kelas Panoramic. Rangkaian kelas Panoramic di kereta Papandayan akan ditempatkan di bagian paling belakang saat kereta berangkat dari Garut. Namun saat dari Jakarta, kelas Panoramic akan berada di paling depan. Ini menjadi alasan pertama kenapa aku memilih naik kereta Papandayan Panoramic dari Garut.

Saat berada di paling belakang, kereta Panoramic yang memiliki kaca sangat lebar ini tentu akan memberikan pengalaman perjalanan yang sangat menarik. Posisi di belakang, dengan kaca yang lebar, akan membuatku bisa melihat rangkaian kereta yang berbelok saat berada di tikungan.

Snack Box Fasilitas dari Kereta Api Papandayan Panoramic
Snack Box untuk Penumpang Kereta Panoramic
Donat dan Pop Corn

Aku langsung disambut oleh salah satu pramugari khusus untuk kelas Panoramic. Mbak Prami ini menggunakan baju jenis polo berwarna kuning dengan tampilan casual dengan menggunakan celana jeans. Ia menawarkan apakah ada barang yang perlu ditempatkan di ruang bagasi. Aku yang hanya membawa tas kecil cukup berterima kasih dan menjawab tidak ada barang yang perlu disimpan di ruang bagasi.

Aku langsung duduk di kursiku nomor 8D di sisi kiri, sementara Riyani nomor 7A di sisi kanan. Meski sudah janjian untuk berangkat bersama, tapi kami juga sepakat untuk duduk terpisah berlainan sisi. Tujuannya agar kami dapat saling bertukar posisi jika ingin merekam video atau mengambil foto dari sisi lain. Kereta kelas Panoramic hanya terdiri dari 38 kursi dengan konfigurasi 2-2.

Melihat Kereta Menikung dengan Leluasa

Menurut info yang aku dapatkan, sisi kanan akan mendapatkan pemandangan saat rute Garut-Bandung. Sementara sisi kiri akan mendapatkan pemandangan saat rute Bandung-Jakarta. Adil. Keindahan perjalanan dari Garut-Bandung dan Bandung-Jakarta inilah yang menjadi alasanku untuk naik kereta api Papandayan Panoramic dari Garut. Dengan membayar sedikit lebih mahal (daripada rute Bandung-Jakarta), aku bisa menikmati seluruh pengalaman sepanjang rute.

Kereta berjalan perlahan meninggalkan stasiun Garut tepat pukul 12.30. Tak berlangsung lama, pramugari yang bertugas langsung membagikan snack box yang berisi roti dan popcorn. Tidak lupa, pramugari juga membagikan minuman botol dan satu kotak jus. Pramugari juga menawarkan untuk membuatkan minum dengan pilihan kopi, teh, atau coklat. Aku memilih coklat saja. Fasilitas snack ini gratis tapi hanya dibagikan satu kali. Namun untuk minuman kopi, teh, atau coklat, penumpang bisa meminta sepuasnya selama perjalanan.

Aku dan Riyani tidak sendirian karena ada sekitar sepuluh orang yang sama-sama berangkat dari Stasiun Garut. Sebagian dari mereka adalah rombongan bapak-ibu yang berusia sekitar 50 tahunan. Sepertinya mereka baru saja berlibur bersama di Garut. Rombongan bapak-ibu ini cukup ramai dan bahkan mengajak seluruh penumpang kelas panoramic dan pramugari berfoto sebelum berangkat dari stasiun Garut. Salah satu dari mereka menghampiri dan memintaku untuk bekerja sama karena salah satu teman mereka ada yang berulang tahun hari ini.

Pemberhentian pertama kereta ini adalah stasiun Cibatu. Selama perjalanan dari Garut menuju Cibatu, sisi kanan menjadi primadona karena penumpang bisa melihat hamparan sawah dan gunung. Di Cibatu, pramugari mengambil mikrofon dan memberitahukan kepada seluruh penumpang bahwa salah satu penumpang berulang tahun. Kami kemudian bernyanyi bersama-sama.

Tidak berhenti terlalu lama, kereta langsung diberangkatkan kembali dari Stasiun Cibatu. Saat itu sedang panas-panasnya di luar. Namun seperti yang aku sampaikan sebelumnya, meskipun kereta Panoramic memiliki kaca di bagian atas yang bisa ditembus sinar matahari, suhu di dalam kabin tetap dingin.

Hal ini bisa terjadi karena kaca yang digunakan pada kelas Panoramic ini berjenis khusus yang bisa meredam suhu agar panas matahari tidak masuk. Bahkan dalam beberapa kesempatan, Riyani harus ke kamar kecil untuk pipis. Aku juga merasa kedinginan karena hanya mengenakan sweater saja. Beruntung aku masih menggunakan sepatu sehingga dapat menangkal hawa dingin dari kaki.

Kereta Papandayan sempat berhenti cukup lama di Stasiun Leles karena menunggu persilangan dengan kereta Pangandaran dari arah Bandung. Jalur selatan Bandung ini masih menggunakan single track sehingga kereta masih harus berhenti untuk bergantian menggunakan rel. Selesai persilangan di Leles, kereta kemudian digas karena setelah ini kereta harus menaiki bukit. Kereta Papandayan mulai berkelok-kelok mengikuti jalur rel yang ada.

Menunggu Bersilang di Stasiun Leles

Setelah Stasiun Leles (LLS), kereta Papandayan akan melewati Stasiun Lebakjero (LBJ). Stasiun Leles berada di ketinggian 600 meter, sementara stasiun Lebakjero berada di ketinggian 818 meter sekaligus menjadi stasiun tertinggi yang aktif saat ini. Artinya, kereta harus menanjak setinggi 200 meter. Oleh sebab itu, lokomotif cukup bekerja keras di petak Leles-Lebakjero ini. Meski begitu, penambahan ketinggian 200 meter ini tidak langsung begitu saja karena rutenya didesain berkelok-kelok agar peningkatan sudut tidak terlalu signifikan dan bisa dilalui kereta tanpa tambahan bantuan rel gerigi.

Kereta Papandayan terus meliuk-liuk membelah perbukitan di sisi timur kota Bandung. Pelan-pelan tapi pasti kereta api menanjak, mendaki. Semua kereta dari arah timur yang menuju kota Bandung pasti mengalami hal yang serupa. Hal ini juga yang membuat saat ini jalur dari dan ke kota Bandung (khususnya yang ke arah Tasikmalaya) masih menggunakan sinyal manual dan berjalur tunggal atau single track. Dengan konturnya yang naik turun dan berkelok-kelok, kereta yang melewati jalur tersebut pasti rawan selip saat hujan. Namun, di lokomotif terdapat satu kotak berisi pasir yang nanti akan membantu lokomotif saat hujan dan terjadi selip.

Setelah melewati Jembatan Citiis dengan pemandangan jalur Nagreg yang indah, kereta Papandayan berhenti sejenak di Stasiun Nagreg. Di sini, kereta Papandayan harus mengalah dan bersilang dengan kereta api Serayu Pagi dari arah Bandung menuju Purwokerto. Langit mulai terlihat gelap dari dalam kabin kereta. Tanah di sekitar stasiun juga sudah basah. Hujan sempat mengguyur sekitar kawasan Nagreg.

Kereta api Papandayan Panoramic berhenti lagi di Stasiun Cicalengka. Sejak kejadian kecelakaan “adu banteng” kereta api Turangga dengan kereta lokal Bandung Raya, semua kereta wajib untuk berhenti di Stasiun Cicalengka. Saat ini di petak Cicalengka-Haurpugur sedang dilakukan proyek perubahan sinyal manual ke sinyal elektrik.

Perbedaan sinyal antara stasiun Cicalengka dan Haurpugur ini memang membahayakan karena bisa menyebabkan kesalahan pembacaan sinyal oleh petugas di stasiun. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi kecelakaan yang sama, KAI mewajibkan semua kereta yang melewati petak ini wajib berhenti baik itu di Stasiun Cicalengka (dari timur) atau Stasiun Haurpugur (dari barat). Selain itu, di petak ini juga sedang dilakukan proyek jalur ganda.

Begitu diizinkan lewat, kereta Papandayan langsung melaju menerobos hujan rintik-rintik di antara persawahan di area Bandung Timur. Suhu di dalam kabin semakin terasa dingin. Rombongan penumpang bapak/ibu tadi bersiap-siap. Mereka akan turun di stasiun Kiaracondong. Sebelum turun, mereka mengucapkan salam dan terima kasih kepada penumpang lainnya. Tak berapa lama, kereta berhenti di Stasiun Kiaracondong dan merekapun turun.

Penumpang Mulai Ramai di Stasiun Bandung

Tanpa membutuhkan waktu lama, kereta langsung diberangkatkan kembali dari Stasiun Kiaracondong yang sedang direnovasi. Selanjutnya kereta Papandayan berhenti di Stasiun Bandung. Stasiun Bandung merupakan stasiun utama di kota Bandung yang melayani pemberangkatan kereta-kereta kelas ekonomi premium, bisnis, dan eksekutif (termasuk Panoramic) ke berbagai kota di Pulau Jawa.

Di Stasiun Bandung, kereta Papandayan berhenti sekitar lima hingga tujuh menit. Di sini, kereta Papandayan menaikkan banyak penumpang yang akan menuju ke Jakarta. Bahkan kelas Panoramic pun seketika penuh oleh penumpang yang naik dari Stasiun Bandung. Kereta langsung melaju dan berhenti kembali di Stasiun Cimahi.

Pemandangan Bagus Dominan Sisi Kiri Petak Bandung Jakaarta
Kereta Api Papandayan Panoramic Melintas Jembatan
Kereta Api Papandayan Panoramic Melintas Jembatan

Dari Stasiun Cimahi, kereta Papandayan tidak lagi berhenti normal untuk naik turun penumpang. Kereta Papandayan hanya sekali saja berhenti di sebuah stasiun kecil untuk bersilang dengan kereta Ciremai dari Semarang. Selanjutnya, kereta Papandayan terus melaju di jalur indah Bandung-Purwakarta.

Jalur Bandung-Cikampek memiliki keindahan yang menakjubkan bagi penumpang di sisi kiri perjalanan kereta. Di jalur ini juga, kereta Papandayan akan melewati lansekap seperti Terowongan Sasaksaat di antara stasiun Sasaksaat dan stasiun Maswati. Dengan panjang mencapai hampir satu kilometer, terowongan Sasaksaat saat ini menjadi terowongan terpanjang yang aktif dilalui kereta api di Indonesia. Terowongan Sasaksaat sendiri sudah dibangun sejak tahun 1902.

Tak hanya itu, di jalur Bandung-Cikampek, penumpang kereta api Papandayan Panoramic juga dimanjakan dengan pemandangan bentang alam yang cantik. Pada beberapa momen juga penumpang dapat menyaksikan jalur tol Cipularang dan melihat jalur rel kereta api cepat. Jika beruntung, penumpang dapat melihat kereta cepat yang sedang melintas.

Pemandangan dari Dalam Kereta Papandayan
Kereta Api Papandayan Panoramic
Penumpang Memfoto Jembatan Cisomang Lama dari Dalam Kereta Api Papandayan Panoramic

Di jalur Bandung-Cikampek, kereta api akan melewati dua jembatan yang sangat tinggi yaitu Jembatan Cikubang di Bandung Barat dan Jembatan Cisomang di Purwakarta. Kedua jembatan ini sudah ada sejak pertama kali kereta dibangun untuk rute menuju Bandung. Khusus jembatan Cisomang, saat ini sudah menggunakan jalur baru dengan sistem jalur ganda. Namun, penumpang tetap dapat menyaksikan jembatan Cisomang lama yang lokasinya bersebelahan dengan jembatan Cisomang baru. Jembatan Cikubang memiliki ketinggian 80 meter, sedangkan Cisomang memiliki ketinggian mencapai 100 meter sekaligus menjadi jembatan kereta api tertinggi di Indonesia.

Momen Menjelang Sunset di dalam Kereta Api Papandayan Panoramic
Momen Menjelang Sunset di dalam Kereta Api Papandayan Panoramic

Kereta Papandayan tidak berhenti di Stasiun Purwakarta dan Cikampek. Kereta Papandayan baru berhenti di Stasiun Karawang. Melintas di petak Cikampek hingga Jakarta yang landai dan sudah menggunakan sistem jalur ganda membuat kereta Papandayan dapat dipacu secara maksimal. Pada beberapa kesempatan, kecepatan kereta dapat menyentuh seratus kilometer perjam. Meski dengan kecepatan tinggi, tapi aku tidak merasakan goncangan yang berarti.

Dari dalam kabin kereta, aku melihat rangkaian KRL. Tandanya aku sudah memasuki kawasan Jabodetabek, tepatnya di Stasiun Cikarang. Kereta Papandayan baru berhenti lagi di Stasiun Bekasi untuk menurunkan penumpang.

Kereta Api Papandayan Panoramic Tiba di Kota Jakarta
Kereta Api Papandayan Panoramic Tiba di Kota Jakarta

Suara lagu Kicir-Kicir sudah menggema di dalam kabin. Sementara di luar, pemandangan kawasan padat penduduk dan gedung-gedung tinggi sudah terlihat. Artinya, kereta api Papandayan Panoramic sudah semakin dekat dengan tujuan akhir di Stasiun Jakarta Gambir.

Kereta mulai berjalan perlahan. Tugu Monas yang menjulang sudah terlihat di sisi kiri. Kereta Papandayan pun tiba di stasiun tujuan akhir di Stasiun Jakarta Gambir. Aku dan semua penumpang mulai berkemas dan turun.

By Gallant Tsany Abdillah

Hai, nama saya Gallant.

Leave a Reply