Mengunjungi De Djawatan Benculuk menjadi agenda terakhirku saat pergi ke Banyuwangi. Pagi itu aku langsung menitipkan kunci ke resepsionis sekaligus check out dari hotel Blambangan yang sudah kutinggali selama tiga malam. Selepas sarapan, aku langsung mengendarai motor dan menuju ke arah barat ke desa Benculuk.

Menuju ke De Djawatan tidaklah sulit meskipun aku tetap membutuhkan bantuan Google Maps. Berdasarkan Google Maps, rute untuk menuju ke sana sama dengan rute menuju ke Pantai Teluk Ijo. Bahkan, aku harusnya melewati De Djawatan saat ke Teluk Ijo. Namun, saat itu aku tidak ngeh baik saat berangkat ataupun pulang.

Pagi itu sangat terik. Aku masih tetap menggunakan TWS selama mengendarai motor. Selain membantuku untuk mengarahkan menuju ke De Djawatan, TWS juga memutar musik selama perjalanan.

Plang De Djawatan Benculuk

De Djawatan masuk di dalam wilayah administrasi desa Benculuk. Seperti saat menuju ke Teluk Ijo dan Pantai Pulau Merah, aku mengamati ada sisa-sisa rel di pinggir sepanjang jalan raya. Dari hasil mengobrol dengan mas Alan semalam, rel-rel ini dulunya digunakan selama masa penjajahan untuk mengangkut hasil hutan. Di daerah Benculuk dan sekitarnya, dulunya merupakan banyak hutan dari pohon trembesi.

Pohon Trembesi dikenal sebagai pohon yang memiliki kayu yang kokoh sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan furnitur. Pada masa penjajahan Belanda, kayu-kayu Trembesi dipanen dari daerah Benculuk dan didistribusikan ke daerah lain menggunakan kereta.

Hutan Pohon Trembesi di De Djawatan Benculuk
Hutan Pohon Trembesi di De Djawatan Benculuk
Jembatan Kayu Aestetik di De Djawatan Benculuk

Namun, saat ini keberadaan pohon trembesi sudah sangat jauh berkurang, sehingga kegiatan memanen kayu trembesi sudah tidak semasif dulu. Oleh karena itu, kereta yang mengangkut kayu trembesi dari Benculuk juga sudah nonaktif dan hanya menyisakan rel-rel yang terbengkalai di sekitar jalan raya. Sisa-sisa pohon Trembesi di Desa Benculuk yang masih ada kemudian dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan diberi nama De Djawatan Benculuk.

Tiba di depan, aku langsung memarkirkan motor. Sudah ada beberapa kendaraan yang terparkir. Tidak banyak. Seingatku hanya 1-2 mobil dan beberapa motor saja. Hari ini Selasa sehingga tentu saja tidak sebanyak akhir pekan. Dari tempat parkir aku berjalan menuju ke loket dan membayar tiket sebesar Rp5.000,00. Sangat murah untuk tempat wisata yang sedang viral.

Cuaca terik di luar seketika berubah menjadi dingin dan sejuk ketika memasuki kawasan hutan trembesi. Panas silau karena pantulan cahaya matahari selama perjalanan berubah menjadi sangat menyejukkan di mata. Masuk ke De Djawatan Benculuk serasa masuk ke dunia yang berbeda. Semakin ke dalam, hawanya semakin dingin padahal jam sudah menunjukkan pukul 11.00 atau bisa dibilang cuaca di luar sedang panas.

Lagi Traveling Malah Dapet Transferan
Melihat Cita-Cita yang Tinggi

Dinginnya hawa di dalam De Djawatan bukan karena mistis semata meski pohon-pohon trembesi yang tumbuh besar di sini memberikan kesan mistis. Pohon Trembesi memang dikenal sebagai pohon yang memiliki kemampuan penyerapan CO2 tertinggi. Hawa dingin di dalam hutan Trembesi membuatku ingin rebahan saja.

Pohon Trembesi yang ada di dalam hutan De Djawatan Benculuk ini mungkin ada yang sudah berumur ratusan tahun. Daun-daunnya begitu lebat hingga mampu menutup dan membatasi cahaya matahari yang masuk. Cabang-cabangnya tumbuh begitu liar, daunnya menyerupai payung membuat di dalam hutan ini memiliki kesan mistis. Bahkan saat pagi dan sore hari, cahaya matahari yang masuk melalui sela daun memberikan kesan cantik luar biasa.

Bekas Kendaraan yang Dulu Digunakan untuk Mengangkut Kayu Trembesi
Sisa-Sisa Sejarah De Djawatan Benculuk
Sisa-Sisa Sejarah De Djawatan Benculuk
Pohon Trembesi di De Djawatan Benculuk
Pohon Trembesi di De Djawatan Benculuk

Tersedia penyewaan ATV dan kereta kuda bagi yang ingin menikmati De Djawatan dengan cara lain. Di dalamnya juga ada bekas kendaraan yang dulu digunakan untuk mengangkut kayu-kayu Trembesi. Pengelola juga membangun rumah-rumah pohon buatan untuk para pengunjung. Aku pun berkeliling De Djawatan sampai puas.

By Gallant Tsany Abdillah

Hai, nama saya Gallant.

Leave a Reply